Dufan Dulu Dan Sekarang Di Indonesia

Foto Satelit Before-After Kota-kota Indonesia Dulu dan Sekarang

Photo Digital Globe via Getty Images & Google Earth - detikInet

Sabtu, 09 Des 2023 20:30 WIB

Jakarta - Sungguh menarik melihat perubahan lanskap perkotaan di Indonesia dari zaman dulu sampai zaman sekarang. Apalagi, ini adalah foto dari satelit.

Tahu nggak Rek, ternyata dulu ada Kabupaten dan Kota Surabaya. Lalu sekarang di mana kabupaten tersebut?

Untuk menjawab pertanyaan itu, detikJatim mengutip jurnal berjudul Sejarah Perubahan Status Administrasi Gresik dari Kabupaten Surabaya Menjadi Kabupaten Gresik Tahun 1974. Jurnal tersebut ditulis Umi Fadlilah dari Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya.

Judul jurnal tersebut sebetulnya sudah menjawab pertanyaan soal di mana Kabupaten Surabaya saat ini. Namun muncul pertanyaan-pertanyaan lainnya. Seperti mengapa Kabupaten Surabaya berubah menjadi Kabupaten Gresik? Lalu bagaimana proses peralihannya?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

KA Sriwijaya, pengantar manusia di Sumatera

Tapi, walaupun kereta api angkutan manusia tak diprioritaskan di Lampung dan Sumatera Selatan, tetap ada kok kereta kereta penumpang yang menghubungkan 2 provinsi ini. Terutama penghubung utama 2 Ibukota Provinsi, yaitu Palembang dengan stasiun Kertapati dan Bandar Lampung dengan stasiun Tanjung Karang.

Yang paling terkenal adalah KA Rajabasa dan KA Sriwijaya, atau orang lokal biasa menyebut KA Sriwijaya sebutan Limex. Sebutan Limex bukanlah istilah dengan maksud mau menyingkat saja, memang ada artinya dan pernah digunakan resmi sebagai nama kereta tersebut. Limex atau Lintas Malam Express adalah nama kereta tersebut. Justru lebih populer di mata masyarakat Lampung dan Sumatera Selatan dibandingkan nama Sriwijaya itu sendiri.

Sesuai namanya, Limex beroperasi pada malam hari. Berbanding terbalik dengan KA Rajabasa yang melakukan perjalanannya di pagi hari, saat matahari sedang melaksanakan jam kerjanya. Selain masalah waktu, KA Sriwijaya dan Rajabasa juga berbeda kelas. KA Sriwijaya membawa rangkaian kelas bisnis dan eksekutif sebelum kelas bisnis diganti ekonomi premium. KA Rajabasa membawa rangkaian Ekonomi PSO, Alias ekonomi dengan subsidi yang isinya 2-3 kursi berhadapan saling adu dengkul.

Dari sini sudah dipastikan, KA Sriwijaya memang mengincar penumpang menengah ke atas. Dari segi harga, memang jomplang sih. KA Rajabasa dengan perjalanan sejauh Lampung-Palembang PP hanya dibanderol kurang dari 40 ribu saja. Sementara KA Sriwijaya dibanderol mulai dari 150-an ribu sampai 300-an ribu sekali jalan tergantung kelas dan subclass.

Tapi jangan salah, di masa jayanya, walaupun harganya tergolong tinggi jika dibandingkan dengan KA Rajabasa, KA Sriwijaya nggak kalah ramai. Okupansi kereta ini dikatakan sangat bagus walaupun hanya menjalankan 1 kali keberangkatan baik dari Palembang maupun dari Bandar Lampung.

Akan tetapi, semenjak Tol Bakauheni sampai Kayu Agung tersambung resmi pada 2019 lalu, kereta ini mulai ditinggalkan pengikut setianya. Waktu tempuh tentu jadi alasan kuat para penumpang lebih memilih naik travel atau bus karena memang jomplang. Via tol, perjalanan Bandar Lampung-Palembang PP hanya menghabiskan waktu 4-5 jam tergantung keahlian si pengemudi.

Tapi, KA Sriwijaya, butuh sekitar 11 jam untuk sekali perjalanan. Itu pun kalau nggak telat karena sering bersilang dengan KA Babaranjang (Batu bara Rangkaian Panjang) di tengah jalan.

Ditambah, situasi di awal 2020 saat Indonesia dan dunia dilanda virus covid-19 yang menyebalkan itu. Banyak kereta penumpang yang dibatalkan perjalanannya, termasuk KA Sriwijaya. Hal ini membuat makin tenggelam sinar sang ular besi “mewah” Lampung-Sumsel dihantam keadaan.

Tapi permasalahannya nggak sampai di situ. Saat kereta api lain yang dibatalkan satu per satu sudah mulai dijalankan kembali saat Covid-19 sudah mereda, KA Sriwijaya seakan luput dari “kebangkitan”. KAI terutama Divre 4 sebagai “empu” dari kereta ini tak pernah sekali pun memberikan informasi lebih lanjut tentang nasib KA Sriwijaya. Tak pernah ada pemberitahuan resmi apakah kereta ini akan dilanjutkan atau dimatikan selamanya.

Satu satunya kabar terakhir hanyalah KA ini dilanjutkan pembatalannya di tahun 2021 lalu imbas covid-19. Nasib KA Sriwijaya, sampai mau 2024 ini, seakan hidup segan mati tak mau, hilang tanpa kabar seperti teman yang mau ditagih utang.

Saat ini, hanya KA Rajabasa yang menangani rute tersebut. Tapi entahlah di masa depan, apakah nasibnya akan serupa dengan KA Sriwijaya seiring jalan tol trans Sumatera makin terhubung. Kita lihat saja.

Penulis: Mohammad Arfan Fauzi Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA KA Babaranjang: Sering Bikin Kesal Warga Lampung tapi Disayang PT KAI

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 18 Desember 2023 oleh Rizky Prasetya

Usulan perubahan nama kabupaten

Sehingga DPRD Kabupaten Surabaya, melalui surat keputusannya tertanggal 20 Maret 1974 Nomor Perda/2/DPRD-II/74, mengusulkan agar nama Kabupaten Surabaya dihapus dan diganti dengan nama Kabupaten Gresik.

Usulan tersebut mendapat dukungan dari Bupati Surabaya, Soefelan, melalui suratnya pada tanggal 25 Maret 1974 Nomor HK.4105/30/III/74. Juga mendapat dukungan dari Gubernur Jawa Timur waktu itu, Moh Noer.

Gubernur Jawa Timur meminta Bupati Soefelan memindahkan kantor-kantor pemerintahan ke Gresik. Termasuk jawatan-jawatan vertikal yang masih berkantor di Kota Surabaya.

Selanjutnya disusul pemindahan tempat tinggal Bupati Surabaya. Dari Jalan Gentengkali Kota Surabaya ke Kota Gresik. Pemindahan dilakukan secara berangsur-angsur.

Moh Noer lalu mengusulkan perubahan nama kabupaten tersebut ke pemerintah pusat, dalam suratnya pada 30 Maret 1974 Nomor Pem. II/2024/157.Ttpr. Dalam usulan tersebut, nama Kabupaten Surabaya diubah menjadi Kabupaten Gresik.

Kabupaten Surabaya jadi Kabupaten Gresik

Usulan tersebut dikabulkan dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 1974 tanggal 1 November 1974, di mana secara resmi nama Kabupaten Surabaya dihapus dan diganti dengan nama Kabupaten Gresik.

Perubahan tersebut disetujui Presiden Soeharto dan Menteri/Sekretaris Negara Republik Indonesia, Sudarmono. Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, Kabupaten Surabaya resmi disebut Kabupaten Gresik pada 27 Februari 1975. Ibu kotanya Kota Gresik.

Perubahan nama kabupaten tersebut merupakan peristiwa penting bagi masyarakat Gresik. Yang memberikan pengaruh besar terhadap Kota Gresik.

Gresik yang semula berstatus sebagai kecamatan atau kawedanan, harus menggelar pembangunan sedemikian rupa, agar memiliki taraf yang sesuai dengan statusnya sebagai kabupaten.

Jakarta - Deretan potret berikut menggambarkan kondisi Jepang, dulu dan sekarang, yang ternyata walaupun jauh berbeda, ada yang tak berubah. Yaitu tetap terlihat tertib.

Mematuhi seluruh syarat dan ketentuan serta kebijakan kunjungan yang ditetapkan oleh Ancol (Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 118 Tahun 2022), antara lain sebagai berikut :

Bertanggung jawab secara penuh atas kebenaran informasi yang diberikan sehubungan dengan pemberian persetujuan ini.

Mengerti dan menyetujui untuk tidak diizinkan masuk ke kawasan Taman Impian Jaya Ancol dan akan menjadwalkan ulang hari kunjungan (tiket dianggap belum digunakan) di reservasi online reservasi.ancol.com jika saya dan/atau salah satu dari rombongan yang bersama saya melanggar satu atau lebih ketentuan di atas.

SAYA TELAH MEMBACA, MEMAHAMI, SETUJU DAN BERTANGGUNG JAWAB DENGAN SEGALA RISIKO BERDASARKAN SELURUH SYARAT & KETENTUAN YANG TELAH DIATUR DI ATAS.

Sejarah Kabupaten Surabaya Jadi Kabupaten Gresik:

Awalnya, Gresik berstatus sebagai ibu kota dari Kabupaten Surabaya. Status itu ditetapkan Mr Assaat. Ia merupakan Pelaksana Tugas Presiden Republik Indonesia (27 Desember 1949 sampai 15 Agustus 1950).

Penetapan tersebut memunculkan perbedaan antara nama kabupaten dengan ibu kotanya. Nama kabupatennya Surabaya, sedangkan ibu kotanya Gresik.

Dalam perkembangannya, perbedaan nama kabupaten dengan ibu kotanya itu dirasa kurang tepat dan serasi secara psikologi. Kemudian terbit Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965, yang berisi tentang perubahan batas wilayah Kota Surabaya.

Saat itu, Kota Surabaya menambah lima kecamatan yang diambil dari Kabupaten Surabaya. Lima kecamatan itu yakni Wonocolo, Sukolilo, Rungkut, Tandes dan Karangpilang.

Kebijakan itu secara otomatis semakin menjauhkan pusat pemerintahan Kabupaten Surabaya dengan wilayah yang diperintah. Gresik begitu luas, perbatasannya hingga Lamongan, Mojokerto dan Sidoarjo.

Bicara soal kereta api di negeri kita tercinta memang tak pernah ada habisnya. Dari hal menyenangkan, hingga problematikanya. Kita sudah tahu hal menyenangkannya, dan kini kita bicara problematikanya. Lebih spesifik lagi, problematika kereta api di Pulau Sumatera.

Pulau Sumatera adalah salah satu pulau yang juga memiliki akses kereta api sejak zaman kolonial. Jadi, jangan pikir hanya Jawa saja yang punya kereta. Selain Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat, Provinsi di Sumatera yang kebagian “jatah” pembangunan sarana kereta api dari zaman kolonial adalah Lampung dan Sumatera Selatan.

Lebih tepatnya dari Stasiun Kertapati di Palembang sampai Stasiun Tanjung Karang di Bandar Lampung, dan menjadi satu satunya lintasan kereta api di pulau Sumatera yang menghubungkan 2 provinsi sampai detik ini. Sebab, di provinsi lain di Sumatera, rel kereta api masih sebatas AKDP (Antar Kota Dalam Provinsi) saja.

Ya, 2 provinsi di bagian paling bawah Pulau Sumatera kalau dilihat dari peta itu, masih dikatakan beruntung warganya bisa menikmati fasilitas kereta api. Walaupun memang pada kenyataannya, kereta api pembawa batu bara jauh lebih banyak dibandingkan dengan kereta pembawa manusia. Maklum saja, salah satu daerah di Sumatera Selatan, yaitu Tanjung Enim, adalah penghasil batu bara yang besar dilihat dari skala nasional.

Tentu membuat prioritas yang jauh berbeda jika kita bandingkan kereta api di Tanah Jawa yang lebih banyak mengangkut manusia dengan berbagai nama, di Sumatera, khususnya Sumatera Bagian Selatan, batu bara jadi “penumpang” yang menghasilkan cuan lebih banyak dalam sektor perkeretaapian.